MAKALAH EMPIRISME
Disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pengantar Filsafat Umum
Dosen
Pengampu : Abdul Aziz Binsa
Kelompok 9
1. Ngaisatul Muawanah (PGMI)
2. Nurmalia
Khotimah (BKI)
INSTITUT
AGAMA ISLAM NGAWI
JALAN
IR. SOEKARNO (RINGROAD BARAT) NOMOR 99 NGAWI
TAHUN
PELAJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Bismillahirromannirrohim,
bismillahi masyaa Allah laayasuuqul khoiro illallah, bismillahi masyaa Allah
laayushrifus suaillallah, bismillahi masyaa Allah maakaana minni’matin
faminallah, bismillahi masyaa Allah lahaula walaquata illabillah.
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh
Ashhadualla
illahaillallah, waashhaduanna muhammadur rasulullah, Allahuma sholi‘ala
syayyidina Muhammad, wa‘alaa ali syayidina
Muhammad, lahaula walaquata illa billah.
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmatNya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini yang dilengkapi dengan
berbagai penjelasan tentang empirisme.
Dalam
kesempatan ini, makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam sebagai syarat
mengikuti UAS, yang berisi ringkasan materi dan beberapa penjelasan tentang empirisme.
Saya
telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi Bapak
Dosen mata kuliah Pengantar Studi Islam,
Pak Binsa, namun saya yakin
bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu saya
sangat senang apabila dari Pak Binsa, bersedia
memberikan kritik dan saran secara tertulis maupun lisan untuk penyempurnaan
makalah berikutnya.
Demikian,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kami semua, khususnya
mahasiswa Prodi PGMI, PGRA, BKI semester 1. Saya sampaikan terimakasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
|
Ngawi, 10 November 2017
Penyusun
Nurma dan Wanah
|
DAFTAR
ISI
JUDUL.............................................................................................................................. i
KATA
PENGANTAR ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang................................................................................................ 1
II.
Rumusan Masalah........................................................................................... 1
III.
Tujuan.............................................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN
a. Pengertian empirisme............................................................................................ 2
b. Tiga tokoh empirisme dan latar belakangnya........................................................ 3
c. Aspek ontolongi paham empirisme....................................................................... 5
d. Beberapa jenis empirisme...................................................................................... 6
e. Aspek epistimologi paham empirisme................................................................... 7
f. Aspek eksiologi paham empirisme........................................................................ 7
g. Kritik paham empirisme........................................................................................ 7
BAB
III PENUTUP
a. Kesimpulan............................................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sumber pengetahuan dalam diri manusia itu banyak sekali.
Salah satu paham yang memaparkan tentang sumber pengetahuan adalah paham
empirisme. Empirisme adalah merupakan paham yang mencoba memaparkan dan
menjelaskan bahwa, sumber pengetahuan manusia itu adalah pengalaman. Paham ini
dikemukakan oleh beberapa pakar filsafat diantaranya John Locke, David Home dan
George Berkeley. Mereka adalah pakar filsafat yang
berasal dari Inggris.
B.
RUMUSAN MASALAH.
1. Siapa Tokoh empirisme dan latar belakangnya?
2. Bagaimana Aspek
Epistimologi paham empirisme?
3. Bagaimana Aspek Ontologi
paham empirisme?
4. Bagaimana Aspek
Aksiologi paham empirisme?
5. Bagaimana Kritik paham-paham lain terhadap paham
empirisme?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui Tokoh empirisme
dan latar belakangnya
2. Mengetahui Aspek Ontologi
paham empirisme
3. Mengetahui Aspek
Epistimologi paham empirisme
4. Mengetahui Aspek
Aksiologi paham empirisme
5. Mengetahui Kritik paham-paham lain terhadap paham
empirisme
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN EMPIRISME
Aliran empirisme memberikan tekanan pada empiris atau
pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Istilah empiris berasal dari kata
Yunani, emperia, yang berarti pengalaman inderawi. Menurut aliran ini manusia
memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi. Sebagai contoh, manusia tahu garam
itu asin karena ia mencicipinya.
Empirisme ini sangat bertentangan dengan aliran rasionalisme, terutama
dilihat dari sumber pengetahuannya.
Salah satu tokoh dari aliran ini adalah Thomas Hobbes
(1588-1679), yang lahir di Inggris pada saat penyerbuan oleh Spanyol ke
Inggris. Sebagaimana umumnya penganut empirisme, Hobbes beranggapan bahwa
pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain daripada semacam
perhitungan, yakni penggabungan data-data inderawi yang sama dengan cara yang
berlainan. Pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang
disimpan di dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa
depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lalu.
Pada perkembangan selanjutnya, Hobbes di dalam
pandangannya tentang dunia dan manusia dapat dikatakan sebagai penganut
materialisme. Hobbes menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ada bersifat
bendawi. Hobbes juga tidak menyetujui pandangan Descartes tentang jiwa sebagai
substansi rohani. Menurut Hobbes, seluruh dunia, termasuk juga manusia,
merupakan suatu proses yang berlangsung dengan tiada henti-hentinya atas dasar
hukum-hukum mekanisme saja.
Tokoh lain yang juga tidak kalah terkenalnya dengan
Hobbes, adalah John Locke (1632-1704) dengan teori “tabularasa” mengemukakan
bahwa rasio manusia harus dipandang sebagai “lembaran kertas putih” (as white
paper). John Locke juga mengungkapkan bahwa manusia itu pada mulanya kosong
dari pengetahuan. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukanlah
pengetahuan yang benar. Pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Selain Locke, juga terdapat tokoh lain
yang terkenal dalam aliran empirisme ini adalah George Berkeley (1665-1763),
dan David Hume (1711-1776).
B.
Tiga tokoh Emperisme dan latar belakangnya
1.
John Locke,
(lahir 29
Agustus
1632 – meninggal 28 Oktober 1704 pada umur 72 tahun) adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama
dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf
negara liberal. Bersama dengan rekannya, Isaac
Newton,
Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting di era Pencerahan. Selain itu, Locke menandai
lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes
(post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya
pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Kemudian Locke
juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya
eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Tulisan-tulisan Locke tidak hanya berhubungan dengan filsafat, tetapi juga tentang pendidikan, ekonomi, teologi, dan medis. Karya-karya Locke yang terpenting
adalah "Esai tentang Pemahaman Manusia" (Essay Concerning Human Understanding), Tulisan-Tulisan tentang
Toleransi" (Letters of Toleration),
dan "Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Government).
Pendiri empirisme Inggris salah seorang
penganut empirisme, yang juga Bapak Empirisme mengatakan bahwa pada waktu
manusia dilahirkan, keadaan akalanya masih bersih ibarat kertas yang kosong
yang belum bertuliskan apa pun (tabularasa). Pengetahuan baru muncul ketika
indera manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan mengamati berbagaian
kejadian dalam kehidupan. Kertas tersebut mulai bertuliskan berbagai pengalaman
indrawi. Seluruh sisa pengetahuan bisa diketahui dengan jalan menggunakan serta
memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan serta refleksi yang
pertama dan sederhana (Juhaya S. Pradja, 1997:18).
Akal semacam tempat penampungan yang secara pasif menerima
hasil-hasil pengindraan. Hal ini berarti bahwa semua pengetahuan manusia
-betapa pun rumitnya- dapat dilacak kembali sampai pada pengalaman-pengalaman
indrawi yang telah tersimpanan rapi di dalam akal. Jika terdapat pengalaman
yang tidak tergali oleh daya ingatan akal, itu berarti merupakan kelemahan
akal, sehingga hasil pengindraan yang menjadi pengalaman manusia tidak lagi
dapat diaktualisasikan. Dengan demikian, bukan lagi sebagai ilmu pengetahuan
yang faktual.
2.
David Hume,
(lahir 26
April
1711 – meninggal 25 Agustus 1776 pada umur 65 tahun) adalah filsufSkotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukan sebagai salah satu
figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan
Skotlandia. Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada
tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan.
Karyanya The History of England Karya Macaulay. merupakan karya dasar dari sejarah
Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai Dia ikut dalam berbagai pembahasan
tersebut dan memengaruhi perkembangan dua aliran. Aliran yang dipengaruhinya
adalah skeptisisme dan empirisme.
Dalam hal skeptisisme,
Hume mencurigai pemikiran filsafat dan di antara pemikirannya adalah bahwa prinsip kausalitas (sebab akibat)
itu tidak memiliki dasar. Ia juga seorang agnostik, yakni orang yang
berpendirian bahwa adanya Tuhan itu tidak dapat dibuktikan dan tidak dapat
diingkari. Dalam hal empirisme,
suatu pandangan yang mengatakan bahwa segala pengetahuan itu berasal dari
pengalaman. Walaupun mungkin ada suatu dunia di luar kesedaran manusia, namun
hal ini tidak dapat dibuktikan. Ia menolak sketisime, skeptisisme menurut
beberapa filsuf adalah pandangan bahwa akal tidak mampu sampai pada kesimpulan,
atau kalau tidak, akal tidak mampu melampaui hasil-hasil yang paling sederhana.
3.
George Berkeley,
adalah seorang filsuf Irlandia yang juga menjabat sebagai uskup di Gereja Anglikan. Bersama John
Locke
dan David Hume, ia tergolong sebagai filsuf empiris Inggris yang terkenal. Ia dilahirkan pada
tahun 1685 dan meninggal pada tahun 1753. Berkeley mengembangkan suatu
pandangan tentang pengenalan visual tentang jarak dan ruang. Selain itu, ia
juga mengembangkan sistem metafisik yang serupa dengan idealisme untuk melawan pandangan skeptisisme. Pada era modern, muncul pula George Barkeley yang berpandangan
bahwa seluruh gagasan dalam pikiran atau ide dating dari pengalaman dan tidak
ada jatah ruang bagi gagasan yang lepas begitu saja dari pengalaman. Oleh
karena itu, idea tidak bersifat independen. Pengalaman konkret adalah “mutlak”
sebagai sumber pengetahuan utama bagi manusia, karena penalaran bersifat
abstrak dan membutuhan rangsangan dari pengalaman. Berbagai gejala fisikal akan
ditangkap oleh indra dan dikumpulkan dalam daya ingat manusia, sehingga
pengalaman indrawi menjadi akumulasi pengetahuan yang berupa fakta-fakta.
Kemudian, upaya aktualisasinya dibutuhkan akal. Dengan demikian, fungsi akal
tidak sekedar menjelaskan dalam bentuk-bentuk khayali semata-mata, melainkan
dalam konteks yang realistik.
C.
Aspek Ontologi Paham Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa
manusia telah membawa fitrah
pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George
Berkeley
dan John Locke.[1]
Empirisme Dalam filsafat , Empirisisme adalah teori pengetahuan yang
menyatakan pengetahuan yang datang melalui sensori pengalaman . Empirisme adalah salah satu dari
beberapa pandangan yang mendominasi bersaing dalam studi pengetahuan manusia,
yang dikenal sebagai epistemologi . Empirisme
menekankan peran pengalaman dan bukti , terutama persepsi sensorik , dalam pembentukan gagasan, atas
gagasan ide-ide
bawaan atau tradisi berbeda
dengan, misalnya, rasionalisme yang
bergantung pada akal dan dapat menggabungkan pengetahuan bawaan.
Empirisme kemudian, dalam filsafat ilmu , menekankan aspek-aspek
pengetahuan ilmiah yang terkait erat dengan bukti, terutama seperti yang
ditemukan dalam percobaan. Ini adalah bagian mendasar dari metode ilmiah bahwa semua hipotesis dan teori harus diuji terhadap pengamatan dari alam , bukan hanya beristirahat apriori penalaran , intuisi , atau wahyu . Hence, science is considered to
be methodologically empirical in nature. Oleh karena itu, ilmu
pengetahuan dianggap metodologis
empiris di alam. Ini berasal dari bahasa Yunani ἐμπειρία kata, yang diterjemahkan
ke experientia Latin dari mana kita berasal pengalaman
kata. Ini juga berasal dari penggunaan tertentu klasik Yunani dan Romawi lebih empiris , mengacu pada seorang dokter yang berasal keterampilan
dari pengalaman praktis sebagai lawan instruksi dalam teori.
Kelemahan dari paham ini adalah :
1. Indera menipu
2. Indera terbatas
3. Objek menipu
4. Objek dan indera menipu
D.
Beberapa Jenis Empirisme:
1. Empirio-kritisisme
Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat
subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran
ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi,
keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai
gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah
elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini
dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara
sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran
ini juga anti metafisik.
2. Empirisme Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada
pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang
pada pandangan-pandangan berikut :
1. Ada batas-batas
bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif
tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
2. Semua proposisi
yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai
data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika
3. Pertanyaan-pertanyaan
mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
3. Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai
pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu,
dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah
kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam
filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan
empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti
(Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat
diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut
dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita
tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin.
Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti
karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan
bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.
E.
Aspek Epistimologi Paham Empirisme
Metode Empiris dan penelitian empiris, Konsep sentral dalam ilmu pengetahuan dan metode ilmiah adalah bahwa semua bukti harus empiris, atau berbasis empiris, yaitu, bergantung pada
bukti-bukti yang diamati oleh indera. Hal ini dibedakan dari penggunaan
filosofis empirisme oleh
penggunaan kata sifat "empiris" atau adverbia yang
"empiris". Empiris
yang digunakan bersama dengan baik alam dan ilmu-ilmu sosial , dan mengacu pada penggunaan kerja
hipotesis yang dapat diuji menggunakan pengamatan atau percobaan. Dalam arti kata, laporan ilmiah
untuk tunduk dan berasal dari pengalaman kami atau observasi.
Dalam arti kedua "empiris" dalam ilmu dan
statistik mungkin identik dengan "eksperimental". Dalam hal ini,
hasil pengamatan empiris adalah eksperimental. Istilah semi-empiris yang kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan
metode teoritis yang menggunakan dasar aksioma , hukum ilmiah didirikan, dan hasil
eksperimen sebelumnya dalam rangka untuk terlibat dalam pembentukan model
beralasan dan penyelidikan teoritis.
F.
Aspek Aksiologi Paham Empirisme
Dalam hal ini, Nilai kegunaan yang akan kita temukan pada
paham ini adalah seberapa pentingnya pengalamn dalam hidup kita di dunia ini. “The Experience Is The Best Teacher”,
mungkin kata tadi sudah tidak asing bagi kita. Tapi, kata tersebut terbukti
apalagi diperkuat dengan adanya paham ini. Pengalaman merupakan sumber
pengetahuan manusia, yang jelas-jelas mendahului rasio. Tanpa pengalaman, rasio
tidak memiliki kemampuan untuk memberikan gambaran tertentu, kalaupun
menggambarkan sedemikian rupa, tanpa pengalaman, hanyalah khayalan belaka.
G.
Kritik Paham Empirisme
Rasionalisme tidak seperti emperisme yang menerima
pengalaman- pengalaman batiniah. Bagi rasionalisme, hanya pengalaman indera
yang benar-benar sebagai sumber pengetahuan yang faktual, sedangkan yang
lainnya tidak berarti apa-apa. Rasionalisme meragukan semua pandangan empirisme.
Kritik terhadap empirisme yang diungkapkan oleh Honer dan
Hunt (1968) dalam Suriasumantri (1994) terdiri atas tiga bagian. Pertama,
pengalaman yang merupakan dasar utama empirisme seringkali tidak berhubungan
langsung dengan kenyataan obyektif. Pengalaman ternyata bukan semata-mata
sebagai tangkapan pancaindera saja. Sebab seringkali pengalaman itu muncul yang
disertai dengan penilaian. Dengan kajian yang mendalam dan kritis diperoleh
bahwa konsep pengalaman merupakan pengertian yang tidak tegas untuk dijadikan
sebagai dasar dalam membangun suatu teori pengetahuan yang sistematis.
Disamping itu pula, tidak jarang ditemukan bahwa hubungan berbagai fakta tidak
seperti apa yang diduga sebelumnya.
Kedua, dalam mendapatkan fakta dan pengalaman pada alam
nyata, manusia sangat bergantung pada persepsi pancaindera. Pegangan empirisme
yang demikian menimbulkan bentuk kelemahan lain. Pancaindera manusia memiliki
keterbatasan. Sehingga dengan keterbatasan pancaindera, persepsi suatu obyek
yang ditangkap dapat saja keliru dan menyesatkan.
Ketiga, di dalam empirisme pada prinsipnya pengetahuan yang
diperoleh bersifat tidak pasti. Prinsip ini sekalipun merupakan kelemahan, tapi
sengaja dikembangkan dalam empirisme untuk memberikan sifat kritis ketika
membangun sebuah pengetahuan ilmiah. Semua fakta yang diperlukan untuk menjawab
keragu-raguan harus diuji terlebih dahulu. Dewey menyebutkan bahwa hal yang
paling buruk dari metode empiris adalah pengaruhnya terhadap sikap mental
manusia. Beberapa bentuk mental negatif yang dapat ditimbulkan oleh metode
empiris antara lain: sikap kemalasan dan konservatif yang salah. Sikap mental
seperti ini menurutnya, lebih berbahaya daripada sekedar memberi kesimpulan
yang salah. Sebagai contoh dikatakan bahwa apabila ada suatu penarikan
kesimpulan yang dibuat berdasarkan pengalaman masa lalu menyimpang dari
kebiasaan, maka kesimpulan tersebut akan sangat diremehkan. Sebaliknya, apabila
ada penegasan yang berhasil, maka akan sangat dibesar-besarkan.
Terhadap empirisme Immanuel
Kant juga memberi kritiknya bahwa meskipun empirisme menolak pengetahuan
yang berasal dari rasio, tetapi pengalaman dan persepsi yang merupakan dasar
kebenaran dalam empirisme tidak dapat memberi suatu pengetahuan yang kebenarannya
adalah universal dan bernilai penting.
Kritik lain yang juga diungkapkan oleh Brower dan Heryadi (1986) bahwa tidak
mungkin unsur-unsur khusus menghasilkan suatu kebenaran yang bersifat
universal. Meskipun diakui bahwa munculnya pengetahuan dan legitimasinya
berasal dari pengamatan, tetapi pada kenyataan tidak semua sumber pengetahuan
hanya terdapat dalam pengamatan.
Telaah terhadap kritik yang ditujukan kepada empirisme tidak
dimaksudkan untuk menimbulkan keraguan tentang peranan empirisme dalam
pembentukan pengetahuan melalui metode ilmiah. Kritik kepada empirisme haruslah
dipandang sebagai acuan dalam mencari solusi alternatif mengatasi
kelemahan-kelemahan dalam empirisme. Penggunaan pancaindera yang memiliki
keterbatasan harus dibantu dengan teknologi yang sempurna untuk menyempurnakan
pengamatan. Metode-metode eksperimen yang dijalankan harus ditetapkan secara
benar sehingga bias karena keterbatasan pengamatan manusia dapat
diminimalisasikan.
Pengalaman-pengalaman yang dibangun sebagai dasar kebenaran
harus didukung dengan teori-teori yang relevan. Bergantung pada pengalaman
pribadi saja bisa menimbulkan subyektivitas yang tinggi. Oleh sebab itu kajian
terhadap pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada sebelumnya harus dilakukan
sehingga kebenaran yang ingin didapatkan memiliki sifat obyektivitas yang
tinggi. Pengetahuan tidak semata-mata mulai dari pengalaman saja, tetapi ia
harus menjelaskan dirinya dengan pengalaman-pengalaman itu.
Dari sudut pandang yang lain, kritik terhadap empirisme
perlu juga dipahami sebagai kritik terhadap ilmu pengetahuan. Dengan adanya
keterbatasan dalam empirisme sebagai salah satu prosedur dari metode ilmiah,
memberi gambaran kepada kita bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan bukanlah
satu-satunya kebenaran yang ada. Tetapi sebagai ilmuwan, kita harus dengan
rendah hati mengakui bahwa di luar ilmu pengetahuan masih terdapat kebenaran
lain. Dengan demikian, kebenaran ilmu pengetahuan tidak bisa berjalan sendiri,
tetapi didalam membangun keharmonisan dan keseimbangan hidup, kebenaran ilmu
pengetahuan perlu berdampingan dengan kebenaran-kebenaran dari pengetahuan
lain, seperti seni, etika dan agama. Pengetahuan-pengetahuan lain di luar ilmu
pengetahuan ilmiah perlu dipahami pula dengan baik oleh para ilmuwan agar dapat
menciptakan atau menghasilkan nuansa yang lebih dinamis pada pengetahuan ilmiah
Kritik fenomenologi
atas empirisme logis adalah: Bagaimana mungkin manusia dapat menyelidiki fakta
bahasa sedangkan realitas dunia—atau sebagai realitas bahasa—adalah bagian
dirinya sendiri yang manunggal itu? Kalau jawaban itu digunakan untuk menjawab
pertanyaan esensial tentu tidak mungkin. Karena subjek dalam pertanyaan
esensial harus melepaskan diri dari objek. Pertanyaan ini bisa dijawab manakala
manusia menyetujui atas posisi kemanunggalannya antara subjek dan objek.
Jadi subjek manusia yang merengkuh objek dalam tindak
epistemologis adalah tidak mungkin. Apalagi dengan pendekatan analitika bahasa
yang menyelidiki realitas dunia pada fakta bahasanya. Subjek dan objek—dualisme
epistemologi—adalah sesuatu yang tidak dapat dibedakan, mengingat fenomenologi
eksistensial menisbatkan manusia dan realitas dunia dalam satu lokus.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa
manusia telah membawa fitrah
pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George
Berkeley
dan John Locke.
Kelemahan dari paham ini adalah :mIndera menipu, Indera terbatas, Objek menipu, Objek dan indera menipu
Jenis-jenis
empirisme : Empirio-kritisisme, Empirisme Logis, Empiris Radikal
Metode Empiris dan penelitian empiris, Konsep sentral dalam ilmu pengetahuan dan metode ilmiah adalah bahwa semua bukti harus empiris, atau berbasis empiris, yaitu, bergantung pada
bukti-bukti yang diamati oleh indera.
Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki kemampuan untuk
memberikan gambaran tertentu, kalaupun menggambarkan sedemikian rupa, tanpa
pengalaman, hanyalah khayalan belaka.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2011. diakses dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Empirisme
Anonim.
2011. diakses dari: http//andre.com/empirisme. tanggal 14 Maret 2011, pukul.
13.00 WIB.
Anonim.
2011. diakses dari : http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.
wikipedia.org/wiki/Empiricism&ei=VCqbTbCdIojJrAfOpLzlBg&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum
=2&ved=0CCMQ7gEwAQ&prev=/search%3Fq%3Dempirisme%26hl%3Did%26client%3
Dfirefox-a%26hs%3DjzS%26rls%3Dorg.mozilla:enUS:official%26channel%3Ds%26prmd%3 Divnsb.
Beni
Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu,
bandung;CV Pustaka Setia, 2009.
Anonim.
2011. diakses dari: http:// Prasetyo.com/post/detail/14925/empirisme
Anonim.
2011. diakses dari: http:// Indera.com /empirisme
Lorens
bagus. Kamus Filsafat. Jakarta:
Gramedia. 1996.
No comments:
Post a Comment